Hari Ibu, Memuhasabah Diri sebagai Seorang Anak

Hari Ibu, Memuhasabah Diri sebagai Seorang Anak
Oleh : RAS

22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu Nasional. Penetapan ini terjadi tahun 1938 saat Konggres Wanita Indonesia ke 3. Bahkan, Penetapan Hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember tiap tahunnya semenjak 1938 juga tercantum dalam Dekrit Presiden No 316 Tahun 1959 oleh Presiden Soekarno. 

Ini menjadi salah satu bentuk apresiasi kepada Ibu-ibu seluruh Indonesia. Bagaimana tidak, seorang Ibu mengandung anaknya 9 bulan lalu melahirkan penuh perjuangan tak jarang nyawa-pun melayang. Setelah lahir-pun belum bisa bebas, sang anak disusui hingga 6 bulan (kalau sekarang 2 tahun) lalu di besarkan, di didik, disekolahkan hingga setinggi-tingginya, lalu sang anak menikah. Tapi, sampai kapanpun tetaplah menjadi anaknya yang imut dan lucu.

Seorang Ibu memiliki tingkat kekhawatiran lebih tinggi dibanding seorang ayah. Seorang Ibu juga sangat aktif dalam berbicara (baca:cerewet) terbukti dalam sebuah penelitian wanita mengeluarkan 20.000 kata lebih perhari dibandingkan laki-laki. Dan masih banyak lagi keutamaan-keutamaan seorang wanita, khususnya seorang Ibu. Semua Ibu adalah wanita, tapi tidak semua wanita bisa menjadi Ibu.


Rasulullah SAW pun ketika ditanya oleh para sahabat, "Wahai Rasul, siapakah yang harus aku taati setelah Allah dan RasulNya? Beliau menjawab, Ibumu. Lalu ditanya lagi dan dijawab lagi, Ibumu. Lalu ditanya lagi dan dijawab lagi, Ibumu. Lalu ditanya lagi dan kemudian Rasul menjawab, Ayahmu. Perbandingan 3:1 yang dijawab oleh Rasulullah, memperlihatkan  betapa mulianya seorang Ibu. Mulianya seorang Ibu 3 derajat daripada Ayah. Masyaa Allah.

Sebagian anak mungkin pernah merasakan iri melihat teman-temannya yang dimanja oleh Sang Ibu, sementara dia tidak. Percayalah, cara orang tua menyayangi anaknya itu bermacam-macam. Bagi sebagian Ibu, mungkin dengan memberikan segala apa yang diminta oleh sang anak adalah bentuk dari rasa sayang. Tapi, bagi sebagian Ibu yang lain, berdiplomasi dengan sang anak adalah bentuk dari kasih sayangnya.

Nah, kita yang berstatus sebagai seorang anak justru momen hari Ibu ini harus dijadikan sebagai bahan evaluasi. Sudah sejauh mana-kah kita menjalankan bakti sebagai seorang anak ? Padahal jelas, Ridho Rabb-mu tergantung pada ridha kedua orang tuamu. Sudah bisakah kita membalas jasa-jasa Ibunda ? Walau memang, jasa-jasa Ibunda tak kan pernah bisa terbalas sepanjang masa.

Laiknya, setiap hari setiap saat adalah moment berbakti kepada Ayah dan Bunda. Tak harus saat hari Ayah atau-pun saat Hari Ibu. Bagaimana cara menjadi anak yang berbakti, salah satunya jadilah anak yang sholeh dan sholehah. Karena anak yang sholeh dan sholehah adalah investasi dunia dan akhirat Ayah dan Bunda. Bagaimana cara menjadi anak yang sholeh dan sholehah ? Jalankan perintah Allah dan jauhi laranganNya, ikuti sunnah Rasulullah SAW, muliakan Ayah Bunda.

Bagi kita yang masih memiliki orang tua di dunia ini, berbaktilah, muliakan mereka.
Bagi yang sudah tiada, doakanlah dalam setiap sholat-sholat panjang kita.
Semoga kita senantiasa menjadi anak yang selalu memuliakan Ayah dan Bunda.

Selamat Hari Ibu
22 Desember 2016

0 Response to "Hari Ibu, Memuhasabah Diri sebagai Seorang Anak"

Posting Komentar